Namun Sirra merasa berkeberatan dengan surat eksekusi yang tiba-tiba dilayangkan jaksa KPK kepadanya. Sebab surat itu lebih dulu datang dibanding salinan amar putusan hakim Mahkamah Agung. "Eksekusi saja kalau ada salinan putusan, tapi sampai hari ini belum ada," ujar Sirra yang mengaku akan menyampaikan keberatannya kepada jaksa KPK.
Hakim Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa KPK dan menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada Mochtar, 7 Maret 2012. Putusan ini sekaligus membatalkan vonis bebas yang dijatuhkan hakim Tindak Pidana Korupsi Bandung pada Selasa 11 Oktober 2011.
Mochtar dianggap terbukti korupsi pada empat kasus, yakni suap Piala Adipura 2010, penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi, suap kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan penyalahgunaan anggaran makan-minum. Jumlah kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5,5 miliar.
Menurut Sirra, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengamanatkan bahwa terpidana memiliki hak menerima salinan putusan hakim sebelum eksekusi. Hal itu penting untuk mengetahui lebih jelas pertimbangan hakim, sehingga seorang terpidana dijatuhi vonis hukuman.
Ia khawatir putusan hakim yang telah ditayangkan secara terperinci melalui media massa itu mengalami perubahan. Sebab, menurut dia, terdapat sejumlah perkara di Mahkamah Agung yang belakangan diubah. "Karena pernah ada kasus yang berubah putusannya," kata dia tanpa menyebutkan kasus yang berubah itu.
TRI SUHARMAN
Sumber : Tempo
0 komentar:
Posting Komentar